Pengertian UMKM di Undang-Undang Perpajakan memiliki kriteria yang berbeda dengan kriteria dalam PP No. 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Berdasarkan ketentuan pajak yang diatur dalam PP No. 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, pelaku UMKM adalah mereka yang dalam kegiatan usahanya memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 milyar dalam setahun (Peredaran Bruto Tertentu).
UMKM merupakan kontributor utama bagi perekonomian Indonesia. Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun 2023, sektor UMKM menyumbang sekitar 61% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atau senilai Rp 9.580 triliun dan memberikan kontribusi pada penyerapan tenaga kerja sebesar 97% dari total tenaga kerja. Oleh karenanya tak heran jika Pemerintah Republik Indonesia memberikan perhatian khusus kepada UMKM,termasuk pemberian fasilitas pada bidang perpajakan, antara lain:
Tarif Pajak Penghasilan yang Rendah Selama Jangka Waktu Tertentu
Bagi pelaku UMKM yang memiliki penghasilan sampai dengan Rp 4,8 milyar dalam setahun, dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat Final dengan tarif yang sangat rendah, yaitu sebesar 0,5% dari Peredaran Bruto (Omzet). Bahkan bagi UMKM yang dijalankan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, atas omzet mereka sampai dengan Rp 500 Juta tidak akan dikenai pajak penghasilan.
Pengenaan PPh Final dimaksudkan untuk mempermudah Wajib Pajak UMKM dalam menghitung pajak tahunannya karena tidak perlu melakukan perhitungan koreksi fiskal untuk menentukan mana biaya-biaya yang dapat atau tidak dapat dikurangkan dari omzet sebagaimana diwajibkan kepada pelaku usaha Non UMKM.
Adapun jangka waktu pemberlakuan tarif PPh Final 0,5% menurut Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 adalah sebagai berikut:
- 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
- 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan,berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 (satu) orang; dan
- 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
Omzet atau Peredaran Usaha dimaksud merupakan jumlah omzet dalam 1 tahun dari tahun pajak terakhir sebelum tahun pajak bersangkutan, yang ditentukan berdasarkan keseluruhan peredaran bruto dari usaha termasuk peredaran bruto dari cabang. Artinya, jika tahun sebelumnya omzet Wajib Pajak belum melebihi Rp 4,8 Milyar, maka perhitungan PPh Tahunan Wajib Pajak di tahun ini masih menggunakan tarif PPh Final (0,5%). Sebaliknya, jika omzet tahun sebelumnya telah melebihi Rp 4,8 Milyar, Wajib Pajak harus menggunakan tarif PPh umum (PPh Pasal 17) untuk menghitung kewajiban perpajakannya.
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi pelaku UMKM yang memiliki status Pisah Harta (PH) atau Memilih Terpisah (MT), perhitungan omzet ditentukan berdasarkan penggabungan omzet usaha dari suami dan isteri.
Namun demikian, terdapat pengecualian bagi jenis pekerjaan/usaha tertentu yang tidak dapat diberikan fasilitas sebagaimana tersebut diatas, yaitu atas:
- orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas ( pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film dan sejenisnya) dan;
- wajib pajak yang memperoleh penghasilan yang telah dikenai PPh Final berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri (penyewaan tanah/bangunan, usaha konstruksi),
Tidak Diwajibkan menjadi Pengusaha Kena Pajak
Bagi pelaku UMKM yang memiliki omzet di bawah Rp 4,8 miliar, mereka tidak diwajibkan untuk terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan, karenanya, tidak perlu membuat Faktur Pajak dan memungut atau menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ini memberikan beban pajak yang lebih ringan karena proses administrasi PPN itu sendiri cukup kompleks dan memerlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang undang-undang UU PPN.